Alumni ITB 81 Populerkan Geo Culture Trek di Lembang, Bandung
A
A
A
LEMBANG - Sebanyak 380 Alumni ITB Bandung tahun 81 pada Sabtu, 6 Agustus 2016 menjajal sekaligus memperkenalkan jalur trek baru yang cukup sensasional. Namanya Geo Culture Trek, yang berjarak 2,7 kilometer di Gunung Batu, Desa Pagerwangi, Kecamatan Lembang, Bandung. ”Ini adalah salah satu dari komitmen kami berbuat sesuatu untuk pariwisata,” kata Arlan Septia, Ketua Alumni ITB 81 di Lawangwangi Café, Lembang.
Arlan menyebut, lokasi trekking ini cukup menantang. Medannya naik turun menyusuri perbukitan. Ini bisa menjadi destinasi wisata petualangan keluarga yang seru. Udara paginya sejuk dan khas Bandung. ”Setelah trekking dilanjut dengan aktivitas seni budaya, pameran, dan mendongeng buat anak-anak. Kini saatnya kami memperbanyak amal, menimbun pahala, membantu pariwisata,” lanjutnya.
Rute yang dilalui dari Gunung Batu menuju Desa Seni Cilanguk, dilanjutkan ke Vilatel Salse dan Warung Salse di Jalan Dago Giri, Desa Mekarwangi, serta berakhir di Lawangwangi. Tak ada yang mengeluh. Semuanya happy di tengah kesejukan udara di kawasan perbukitan itu. Jalur trekking ini akan menjadi tempat olahraga petualangan yang keren dan menyehatkan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya yang kebetulan Alumni Teknik Elektro ITB 80 itu menyambut positif gerakan para adik kelasnya itu. Dia bercerita soal rumus ECE dalam Sustainable Tourism Development (STD), yang pas untuk menggambarkan Geo Culture Trek yang mereka gagas dan populerkan itu. ”Dalam STD itu ada tiga hal penting, saya biasa menyingkat ECE yakni environment, community, economic value. Kalau environment tentu sudah banyak ahlinya di sini, makanya membuat istilah Geo Culture Trek itu. Saya tidak perlu bicara lagi,” sebut Arief Yahya.
Begitu juga community, yang menurut Arief Yahya sudah dilakukan dengan pameran dan seni budaya di Lawangwangi. Tinggal economic value yang masih belum berkembang dengan baik. ”Yale dan Harvard University di Amerika Serikat itu, alumninya mengumpulkan dana abadi atau professional endowment fund dari para alumninya. Sekarang sudah USD40 miliar,atau dua kalinya value PT Telkom dengan 30.000 tenaga kerja yang pernah saya pimpin itu,” katanya.
Membantu pariwisata? Kata Arief Yahya itu sudah sangat tepat! Karena pariwisata itu adalah penghasil PDB, devisa, dan tenaga kerja paling murah serta paling mudah. Kalau ingin mendedikasikan untuk membangun ekonomi negeri, pariwisatalah tempatnya. ”Saya orang bisnis, melihat harus dengan angka, harus dengan global standart, dan harus di-benchmark dengan pesaing dari negara lain,” jelasnya
”Saya biasa menggunakan 3S –size, sustainable, spread- untuk menentukan portofolio industri itu menarik dikembangkan atau tidak? Masuk dalam kategori sunset industry atau sunrise industry? Untuk size, ini bicara soal PDB atau produc domestic bruto tahun ini PDB Pariwisata Indonesia dalam kategori jumlah, terbesar di ASEAN, sebesar USD82 biliun. Jarang-jarang kita bagus di kategori yang bagus,” ungkapnya.
Kedua, sustainability itu terkait dengan growth. ”Nah, ini banyak yang tidak tahu nih. Pariwisata itu tumbuh paling tinggi dari semua industri, dibandingkan dengan agrikultur maupun manufaktur. Catat baik-baik ya, saat ini oil and gas menempati posisi 1, coal posisi 2, dan CPO atau minyak kelapa sawit posisi 3. Pariwisata di posisi 4. Tapi dari sisi growth, hanya pariwisata yang bertumbuh. Migas turun drastis, tinggal USD18 M. Pariwisata memang masih USD12 M, tapi dengan bertumbuh 10% saja, tahun depan bisa menyalip oil and gas, yang harga per barel turun hingga USD36, dari sebelumnya sempat USD100,” paparnya.
Dari sisi investasi, pariwisata juga paling memberi dampak lanjutan yang paling besar. Investasi USD1 juta di pariwisata, impact pada PDB-nya USD1,7 juta, atau naik 170%. Ini bedanya dengan industri lain, seperti otomotif. Ketika investasi di manufaktur seperti otomotif, impact PDB nya hanya 0,7. ”Rumus PDB itu consumption + investment + government spending + export – import. Pariwisata termasuk kategori ekspor, tetapi yang bayarkan atau diterima di Tanah Air,” imbuhnya.
Jadi, kelak kalau pariwisata hebat, dan sudah berhasil mengambil alih penyumbang devisa terbesar di Indonesia, maka Arief Yahya mengusulkan kategori industri juga perlu diubah. Bukan lagi antara migas dan non migas, tetapi antara pariwisata dan non pariwisata.
Terkait memproduksi tenaga kerja, saat ini ada lebih dari 7 juta pengangguran di Tanah Air. Kemenpar sendiri saat ini baru menghasilkan 10 juta tenaga kerja dan tahun 2019 kelak diproyeksikan menjadi 13 juta orang. Anda optimistis? ”Harus dong! Di manufaktur, untuk men-create 1 tenaga kerja, harus dibangun dengan average investasi USD100.000. Kalau pariwisata cukup dengan USD5.000 sudah bisa men-create job opportunities. Kesimpulannya 20 kali lipat,” tandasnya.
Arlan menyebut, lokasi trekking ini cukup menantang. Medannya naik turun menyusuri perbukitan. Ini bisa menjadi destinasi wisata petualangan keluarga yang seru. Udara paginya sejuk dan khas Bandung. ”Setelah trekking dilanjut dengan aktivitas seni budaya, pameran, dan mendongeng buat anak-anak. Kini saatnya kami memperbanyak amal, menimbun pahala, membantu pariwisata,” lanjutnya.
Rute yang dilalui dari Gunung Batu menuju Desa Seni Cilanguk, dilanjutkan ke Vilatel Salse dan Warung Salse di Jalan Dago Giri, Desa Mekarwangi, serta berakhir di Lawangwangi. Tak ada yang mengeluh. Semuanya happy di tengah kesejukan udara di kawasan perbukitan itu. Jalur trekking ini akan menjadi tempat olahraga petualangan yang keren dan menyehatkan.
Menteri Pariwisata Arief Yahya yang kebetulan Alumni Teknik Elektro ITB 80 itu menyambut positif gerakan para adik kelasnya itu. Dia bercerita soal rumus ECE dalam Sustainable Tourism Development (STD), yang pas untuk menggambarkan Geo Culture Trek yang mereka gagas dan populerkan itu. ”Dalam STD itu ada tiga hal penting, saya biasa menyingkat ECE yakni environment, community, economic value. Kalau environment tentu sudah banyak ahlinya di sini, makanya membuat istilah Geo Culture Trek itu. Saya tidak perlu bicara lagi,” sebut Arief Yahya.
Begitu juga community, yang menurut Arief Yahya sudah dilakukan dengan pameran dan seni budaya di Lawangwangi. Tinggal economic value yang masih belum berkembang dengan baik. ”Yale dan Harvard University di Amerika Serikat itu, alumninya mengumpulkan dana abadi atau professional endowment fund dari para alumninya. Sekarang sudah USD40 miliar,atau dua kalinya value PT Telkom dengan 30.000 tenaga kerja yang pernah saya pimpin itu,” katanya.
Membantu pariwisata? Kata Arief Yahya itu sudah sangat tepat! Karena pariwisata itu adalah penghasil PDB, devisa, dan tenaga kerja paling murah serta paling mudah. Kalau ingin mendedikasikan untuk membangun ekonomi negeri, pariwisatalah tempatnya. ”Saya orang bisnis, melihat harus dengan angka, harus dengan global standart, dan harus di-benchmark dengan pesaing dari negara lain,” jelasnya
”Saya biasa menggunakan 3S –size, sustainable, spread- untuk menentukan portofolio industri itu menarik dikembangkan atau tidak? Masuk dalam kategori sunset industry atau sunrise industry? Untuk size, ini bicara soal PDB atau produc domestic bruto tahun ini PDB Pariwisata Indonesia dalam kategori jumlah, terbesar di ASEAN, sebesar USD82 biliun. Jarang-jarang kita bagus di kategori yang bagus,” ungkapnya.
Kedua, sustainability itu terkait dengan growth. ”Nah, ini banyak yang tidak tahu nih. Pariwisata itu tumbuh paling tinggi dari semua industri, dibandingkan dengan agrikultur maupun manufaktur. Catat baik-baik ya, saat ini oil and gas menempati posisi 1, coal posisi 2, dan CPO atau minyak kelapa sawit posisi 3. Pariwisata di posisi 4. Tapi dari sisi growth, hanya pariwisata yang bertumbuh. Migas turun drastis, tinggal USD18 M. Pariwisata memang masih USD12 M, tapi dengan bertumbuh 10% saja, tahun depan bisa menyalip oil and gas, yang harga per barel turun hingga USD36, dari sebelumnya sempat USD100,” paparnya.
Dari sisi investasi, pariwisata juga paling memberi dampak lanjutan yang paling besar. Investasi USD1 juta di pariwisata, impact pada PDB-nya USD1,7 juta, atau naik 170%. Ini bedanya dengan industri lain, seperti otomotif. Ketika investasi di manufaktur seperti otomotif, impact PDB nya hanya 0,7. ”Rumus PDB itu consumption + investment + government spending + export – import. Pariwisata termasuk kategori ekspor, tetapi yang bayarkan atau diterima di Tanah Air,” imbuhnya.
Jadi, kelak kalau pariwisata hebat, dan sudah berhasil mengambil alih penyumbang devisa terbesar di Indonesia, maka Arief Yahya mengusulkan kategori industri juga perlu diubah. Bukan lagi antara migas dan non migas, tetapi antara pariwisata dan non pariwisata.
Terkait memproduksi tenaga kerja, saat ini ada lebih dari 7 juta pengangguran di Tanah Air. Kemenpar sendiri saat ini baru menghasilkan 10 juta tenaga kerja dan tahun 2019 kelak diproyeksikan menjadi 13 juta orang. Anda optimistis? ”Harus dong! Di manufaktur, untuk men-create 1 tenaga kerja, harus dibangun dengan average investasi USD100.000. Kalau pariwisata cukup dengan USD5.000 sudah bisa men-create job opportunities. Kesimpulannya 20 kali lipat,” tandasnya.
(poe)